Katanya kalau kita bahagia waktu terasa cepat berlalu. Katanya. Waktu memang terasa terlalu cepat berlalu. Tahun demmi tahunyang kulewati seperti rekamanvidio yang diputar secara fastforward, tapi aku tidak bahagia.
Aku ingin sekali memukul benda yang ada disekitarku. Benda yang membuatku menyusuri kembali lorong-lorong waktu yang ramai, naik turun menggelitik perut, memompa adrenalin seperti tengah menaiki rollercoaster yang merayap dan bersiap menukik ke bawah dari puncaknya.
Suatu rasa dan kondisi yang jauh dari kesunyian, melambung diangkasa, lalu jatuh menghujam ke bumi. Memory yang bercampur aduk membuat kepalaku terasa padat dan penuh sesak, tubuhkupun berangsur lemas. Lalu kedua mataku terbuka dan kulihat kakakku Inka. Aku tidak sedang bermimpi, kan? Apakah ini benar-benar kakak?
Inka, prinka.
Nama kami berdua memang mirip. Orang tua suka begitu; anak yang lahir berdekatan jaraknya, cumin beda setahun, sama-sama perempuan pula,pasti diberi nama yang cumin beda satu-dua huruf seolah-olah kami berdua soul mates. Padahal sebbenarnya kami tidak. Tidak hanya nama, yang lain-lain juga banyak yang mirip. Tinggiku dan kakakku cumin terpaut 4cm. style kamipun seiya sekata kalau tidak bisa dibilang kembar. Semua orang memuja hubunganku dengan kakak yang layaknya milk and cookies family. Keluarga super ideal.
Semua orang irih melihat kami berdua. Tapi pada kenyataannya, justru aku yang iri pada kak Inka. Di mataku, kak Inka adalah figure yang cantik dan delicate. Tidak hanya itu; bahkan walau berstatus kakak, iapun terkesan naïf. Seperti tidak terkontaminasi realita luar rumah yang sinis, korup, dan terselimuti ribuan lapisan drama.
Kebaikan kakak selama ini seolah-olah tidak masuk akal; sulit dicerna oleh akal sehatku. Ingin ku melihat kakak memaki dan mendendam terhadap sesuatu, seseorang. Namun yang terjadi Inka malah tersenyum seraya menghela nafas, melepaskan ketidakiklasan, ketika ponselnya masuk di got gara-gara kecerobohanku. Padahal aku berharap kak Inka sesekali menamparku.
Atau tatkala Jadwa, mantan pacar kakak, memfitnahnya dengan gossip-gosip yang wicked dan sebenarnya tidak masuk akal, kakakku ini hanya berseroloh ringan, “Kasihan Jadwa. Cara dia mengatasi sakit hatinya cumin bisa seperti begitu. Sadly, he won’t gain anything good if he keeps on doing that.” Aku hanya mencibir sinis. So what, kak? Yang pentingkan sakit hati jadi kebayar kalau kita udah ngelampiasin kesalahan kepada orang yang menyakitin kita.
Tapi aku seperti biasa hanya bisa dongkol sendiri. Ngomel seperti itu cumin berani di dalam hati. Diam-diam aku jadi pembela Jadwa. Siapa yang nggak merasa inferior kalo punya pacar serba sempurna kaya Inka? Aku sungguh mengerti perasaan mantan kakak tersebut.
Lalu, kupu-kupu kertas. Atau ulat kertas. Bahkan, ada juga kepompong kertas.
Sebenarnya bukan dari kertas, tapi binatang-binatang origami tersebut terbuat dari kertas tisu. Kak Inka yang membuatnya. Kami punya waktu-terlalu banyak waktu untuk bisa membuat kreasi-kreasi manis tersebut karena sejak duduk dibangku SD, kami selalu ikut ibu mengantar bingkisan parsel ke para pelanggannya. Waktu kami seringkali habis dijalan. Dan untuk mengusirnya kak Inka selalu mengajariku cara membuat prakarya origami dengan menggunakan kertas tisu yang tersedia dimobil, diruang tunggu, dilobi perkantoran, atau dimeja restoran. Kertas tisu memang media paling gampang karena tersedia dimana-mana. Dimanapun kami harus menunggu 15 menit, tangan-tangan kecil inipun segera melipat dengan cekatan.
Tapi sungguh heran, kakak nampaknya suka sekali pada proses metamorphosis kupu-kupu hingga selalu menciptakan origami berbentuk kupu-kupu dan teman-temannya. Sampai kini aku sendiri sudah berhenti bermain origami. Permainan kuno itu hanya mengingatkanku pada masa kecil yang tidak asyik. Disaat teman-temnaku sedang asyik nuntun dibioskop atau makan di Mcdonald’s aku dan kakak harus menemani ibu wara-wiri keliling kota. Disaat sahabat gengku janjian bergaya seperti gabriella saat menonton konser High school musical, aku tidak punya uang untuk membeli summer dress yang sama kayak mereka. Terlalu mahal, walau sudah menabung samapai 3 bulan lamanya.
Tapi bukan Kak Inka namanya kalau hanya berpangku tangan. Seperti maria di Sound of Music, ia sobek gorden bekas milik ibu yang bernuansa vintage dan menyulapnya menjadi summer dress untukku dan bahkan lebih bagus dari punya Machka dan Zaira, dua sahabatku disekolah. This is too creepy, pikirku. Mana ada sih orang sebaik malaikat?
Pengelihatanku beralih ke suatu soreh yang terang. Sinar matahari begitu terik menembus celah-celah pepohonanyang ditanam dibelakang rumah kakek. Langit jadi bermandikan cahaya lembayung. Disitu berdiri aku dan kakak. Kami hanya anak ingusan yang berusia lima-enam tahunan. Aku menangis cengeng didepan sebuah gundukan tanah. Burung darah pemberian kakek mati dan hanya kakak yang berani menguburnya.
Lagi-lagi, aku tidak membantu menyelesaikan masalah. Hanya bisa menangis. Dan kini aku menyadari, saat kakak mengayunkan pacul mengubur si burung tua yang malang, air matanyapun ikut berlinangan. Ternyata kakak sama sedihnya, sama tertekannya seperti diriku.
Ah, ternyata Inka manusia juga. Aku ingat peristiwa dimana Kakak marah besar tatkala tim popular dan snobbish seperti Ladya dan kawan-kawannya memaksaku menghisap sebatang rokok sebagai bagian dari tema bullying mereka hari itu. Walau sekelas dengan kakak, Ladya tidak suka kepadanya. Belakangan aku baru tahu kalau kakak menolak diajak bergabung dengan geng itu karena kakak lebih senang pertemanan yang tidak dikotak-kotakkan. Tentu saja ladya langsung memusuhi Kakak karena benci dengan penolakkan. Padahal, seandainya saja aku yang diajak bergabung digeng itu, aku takin pasti aku langsung mengiyakannya.
Aku memang secetek itu. Terutama kalau disebelah kakak. Berharap kakak nggak ada, dan aku menjadi anak tunggal saja, sudah menjadi mantraku. Kebutuhan esensialku. Seperti darah bagi seorang vampire. Oh ya, dan kakak tidak seperti cewek kebanyakan (termasuk aku) yang mengidolakan Edward Cullen. Atau Jacob Black. Dia lebih menyukai Lestat. Kakak memang old soul. Mungkin lestat satu-satunya cowok yang cocok dan bisa jadi pacarnya. Bukan tipikal membumi dan kekanak-kanakan seperti Jadwa.
Dan akhirnya bermula Kakak Inka dengan Lestat-nya, yang sayangnya… Lestatk pujaanku juga. Sekesal-kesalnya aku pada kakak Inka. Tidak pernah terbayang mimpi buruk seperti ni terjadi. Selera kami berdua soal dream guy kami berdua berbeda, tapi mengapa kini bisa jatuh cinta pada cowok yang sama?
Namanya Bisma, bukan Lestat. Tapi karismanya sama. Auranya seperti seorang naturalborn leader campur sedikit bad boy. Bukan seperti kebanyakan anak tim basket disekolah yang pecicilan. Dia pindahan dari sekolah prestisius di Cibubur. Minta keluar, bukannya dikeluarkan. Alasannya karena memilih tinggal bersama kakaknya yang bermukim dibilangan selatan, Jakarta. Sebelumnya bisma ikut dengan om dan tantenya. Ia yatim piatu namun tidak terlihat menyedihkan. Sekilas ia Nampak dingin mirip rangga di ada apa dengan cinta?. Selain atribut fisik itu, kehidupan Bisma yang penuh dengan mellowdramalah yang paling menarik perhatian semua cewek disekolah, termasuk aku.
Tapi yang mengejutkan bagiku adalah begitu keluar kelas, bisma terlihat bersama Inka. Kakakku yang sempurna itu. Tidak ada visualisasi special, sih. Hanya gesture biasa, ngobrol, bertukar senyum seadanya.. namun pemandangan itu menggetarkan dan bikin dadaku hamper meledak karena iri. Aku tercenung lama sampai ketika kakakku menoleh ke arahku, tatapannya horror. Kakak berlari kearahku, dan meninggalkan Bismandi belakangnya. Terlihat sebuah origami kupu-kupu terjatuh dati tangan Bisma.
Kejadiannya cepat sekali. Ketika kakak tiba-tiba tumbang dihadapanku, beberapa burung dara di pelataran sekolah yang tengah memungut remah-remah biscuit, terbang berhamburang karena terkejut. Ekor mataku sampai melihat kepergian burung-burung itu dan aku langsung teringat moment mencangkul tanah, mengubur bunrung darah pemberian kakek. Saat itu aku tidak mengerti mengapa kakak terjatu tidak sadarkan diri. Yang kutahu adalah kakak sering pergi bersama ayah, berdua saja, dan pulang-pulang keduanya selalu bau steril. Bau rumah sakit.
Yang ku tau selama ini adalah ayah yang sakit.
Sebentar lagi tahun berganti. Biasanya orang-orang rajin membuat daftar resolusi tahun baru ketika bulan desember semakin dekat, termasuk diriku. Resolusi tahun baruku simple: ingin menjadi kupu-kupu seperti kakak. Akhirnya, aku tidak jadi memukul benda yang ada disekitarku. Yang ada aku hany menangis sambil meletakkan origami bentuk ulat yang tebuat dari sobekan kertas Koran pagi di situ.
“17 tahun adalah waktu yang terlalu sebentar untukmu, untuk kita kak.” Aku mengusap tulisan 1993-2010 pada batu nisan didepanku. Kakak meninggal karena penyakit paru-paru kronis yang selama ini dideritanya. Sekali lagi, ternyata bukan ayah yang sakit.
Seandainya aku tidak bisa lagi menyayangi kakak,aku berharap ia mengizinkanku untuk menjadi orang yang berhati baik seperti dirinya.
Mohegan Sun Pocono | Ticket Price, Timings, Deals
BalasHapusMohegan Sun Pocono in Wilkes-Barre, PA - Find the best prices on Ticket Price at Ticket Price. View 의왕 출장마사지 the best 영천 출장안마 prices and see deals for 군포 출장마사지 Mohegan Sun Pocono in Fri, Dec 17Brian HouserSat, 수원 출장샵 Dec 18Chris Isaak 당진 출장샵